find for health journal

Loading

Jumat, 10 Januari 2014

CAMPAK

Penyakit campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles dalam bahasa inggris atau dikenal dengan sebutan gabagen (dalam bahasa Jawa) atau kerumut (dalam bahasa Banjar) atau disebut juga rubeola (nama ilmiah) merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular, yang di tandai dengan demam, lemas, batuk, konjungtivitas (peradangan selaput ikat mata /konjungtiva) dan bintik merah di kulit (ruam kulit)

Ada beberapa pengertian tentang campak menurut  beberapa ahli, yaitu  :
a.       Campak atau morbili adalah penyakit virus akut , menular yang di tandai  dengan 3 stadium yaitu stadium prodromal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang di manifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik (Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).
b.      Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi (Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC,  2000).
c.       Campak adalah penyakit menular yang ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan (Brunner & Suddart, vol 3, 2001).


 2.2   RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT CAMPAK

Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a.        Tahap prepatogenesis
b.       Tahap pathogenesis
c.        Tahap  Akhir/ pasca pathogenesis.


1.       Tahap prepatogenesis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/ sehat tetapi mereka Pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen Penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang pejamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Namun begitu pejamunya ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap pathogenesis.

2.      Tahap pathogenesis

Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu : - Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap
Lanjut, dan –Tahap Akhir.

·     Tahap Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap
Ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.

·     Tahap Dini
 Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah infeksi, yaitu Berupa :
*      Panas badan
*      Nyeri tenggorokan
*      Hidung meler (coryza)
*      Batuk (cough)
*      Bercak koplik
*      Nyeri otot
*      Mata merah (conjunctivitis)
·     Tahap Lanjut

      Munculnya ruam-ruam kulit  yang berwarna merah bata dari mulai Kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu Seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40C), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat, tenggorokan semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.

3.       Tahap akhir/ pasca pathogenesis

Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu :

*      Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
*      Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
*      Carrier, dimana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
*      Penyakit tetap berlangsung kronik.
*      Berakhir dengan kematian.


2.3  ETIOLOGI  DAN  PATOFISIOLOGI  PENYAKIT CAMPAK

1.      ETIOLOGI

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan paramyxovirus genus morbilivirus merupakan salah satu virus RNA. Virus ini terdapat dalam darah dan secret (cairan)nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir.                        
1.1      Bentuk virus

Virus berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan di bungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA ), merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.

1.2      Ketahanan virus

Pada temperature kamar virus campak kehilangan 60 % sifat infeksifitasnya selama 3-5 hari pada 37oC waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56oC hanya satu jam. Pada media protein ia dapat hidup dengan suhu -70oC selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4- 6oC dapat hidup selama 5 bulan. Virus tidak aktif pada PH asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri dari lemak maka ia termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20 % ether selama 10 menit dan 50% aseton dalam 30 menit. Dalam 1/4000 formalin menjadi tidak efektif selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin mempercepat hilangnya potensi antigenik.
           
1.3      Struktur Antigenik

Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukkan neutralizing antibody, complement fixing antibody, dan haemagglutinine inhibition antibody.  Imunoglobulin kelas IgM dan IgG muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi sekitar 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya terukur, sehingga IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi protektif dapat terbentuk dengan penyuntikan antigen haemagglutinin murni.

2.      PATOFISIOLOGI

Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke system retikulo endothelial, berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus.

2.4   MASA INKUBASI DAN DIAGNOSIS  PENYAKIT CAMPAK

1.      Masa inkubasi

Masa tunas/ inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih 10 – 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang di bagi dalam 3 stadium, yaitu :

1.        Stadium Kataral atau Prodromal

Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.
2.        Stadium Erupsi

Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik), timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak
3.        Stadium Konvalensi atau penyembuhan

Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang disebuthiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi komplikasi.

      3.1.    Komplikasi Penyakit Campak

Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan. adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, danEnteritis

*      Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcusyang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori protein.

*      Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta.

*      Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke dalam otak

*      Enteritis

`     Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.

2.        Diagnosis penyakit campak
          
Diagnosis dapat di tegakkan dengan :
·         anamnese (berdasarkan riwayat timbulnya penyakit seperti adanya
                      kontak dengan penderita)yaitu :
1.Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi,mendadak) batuk
   Pilek, harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili (artinya
                       kemungkinan penyakit lain yang mirip campak, misal : german
.                     measles,eksentema subitum,infeksi virus lain).
2. Mata merah, mukopurulen, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai gejala perdarahan (pada kasus yang berat) :
    Epitaksis, petekie, ekimosis.            
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili
   (1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi
    Campak.

·         Gejala klinis
Meliputi pemeriksaan fisik (physic diagnostic ) yaitu :
1.      Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya           demam ( biasanya tinggi ) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2.      Pada umumnya anak tampak lemah  
3.      Koplik spot pada hari ke 2-3 panas ( akhir stadium kataral )    
4.      Pada stadium erupsi timbul ruam ( rash ) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka dan kemudian ke seluruh tubuh.
·          Pemeriksaan laboratorium
                                     Meliputi :
1.      Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni, Dimana jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relative.
2.      Pemeriksaan serologic dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya ras dan puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
·          Biakan virus ( mahal )
Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit (terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk isolasi virus. selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti banyak  pada hapusan mukosa hidung.
                

2.5    CARA PENULARAN  DAN  PENCEGAHAN  PENYAKIT CAMPAK

1.  Cara Penularan

Cara penularan penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun  tenggorokan penderita morbili atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja.  Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak usia pra- sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah :
§         Bayi berumur lebih dari 1 tahun
§         Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
§         Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.


2.     Cara Pencegahan Penyakit Campak

a.      Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya factor predisposisi/ resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit Campak.  Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan  primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti  penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan,  konselling nutrisi dan penataan rumah yang baik.

b.      Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
.
        
       b.1.   Penyuluhan

Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya campak dan upaya-upaya menekan campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak

       b.2. Imunisasi

Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan vaksinasi  Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine  yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia. Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR).  vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,  sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.  Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari.  Mudah rusak oleh zat pengawet atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

Dimana imunisasi ini terbagi atas 2 yaitu :

1.     Imunisasi aktif
          Pencegahan  campak  dilakukan dengan  pemberian  imunisasi aktif  pada  bayi  berumur  9 bulan  atau  lebih.  Pada  tahun 1963  telah  dibuat dua  macam  vaksin campak,  yaitu  (1)  vaksin  yang  berasal  dari  virus campak  hidup  yang  dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2)  vaksin  yang   berasal dari  virus  campak  yang  dimatikan  (dalam  larutan  formalin  dicampur  dengan  garam  alumunium).  Namun  sejak  tahun 1967,  vaksin  yang  berasal  dari  virus  campak  yang  telah  dimatikan  tidak digunakan  lagi,  oleh  karena  efek  proteksinya  hanya  bersifat  sementara dan dapat menimbulkan gejala  atypical  measles   yang  hebat.  Vaksin  yang  berasal  dari  virus  campak  yang  dilemahkan berkembang dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strais  Moraten (1968). Dosis baku minimal  pemberian  vaksin  campak yang dilemahkan adalah 0,5 ml, secara subkutan,namun dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular mempunyai efektivitas yang sama. Vaksin ini biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi  denganondongan  dan  campak  Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha  atau  lengan  atas. Jika hanya  mengandung campak vaksin diberikan  pada umur 9 bulan. Dalam  bentuk  MMR, dosis  pertama  diberikan  pada  usia 12-15 bulan, dosis  kedua diberikan  pada  usia  4-6  tahun.

          Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya aman dan tetap efektif.



2.     Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma globulin) dengan dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan yang diharapkan.Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin, kehamilan imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, infeksi HIV dengan imunosupresi berat.

        b .3.  Isolasi
      
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit            campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak             untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan             sekitar.

c.       Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah  upaya  untuk  mencegah  atau menghambat timbulnya  komplikasi dengan  tindakan-tindakan seperti  tes  penyaringan  yang ditujukan untuk pendeteksian dini  campak serta  penanganan segera dan  efektif. Tujuan  utama  kegiatan-kegiatan  pencegahan  sekunder adalah  untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa  gejala  yang  telah sakit atau  penderita yang beresiko  tinggi untuk mengembangkan  atau memperparah  penyakit. Memberikan pengobatan  penyakit sejak awal  sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya  komplikasi. Edukasi dan pengelolaan campak  memegang peran  penting untuk  meningkatkan kepatuhan pasien  berobat.
d.      Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat  komplikasi. Kegiatan  yang dilakukan  antara  lain  mencegah  perubahan dari  komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin  bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan  kerjasama yang baik antara pasien-pasien dengan dokter maupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan  untuk  meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit  campak.  Dalam  penyuluhan  ini hal  yang dilakukan adalah :

d.1.  Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik

d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

d.3. Kesabaran  dan  ketakwaan untuk dapat menerima dan  memanfaatkan   keadaan  hidup dengan  komplikasi kronik.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi  antar disiplin  terkait juga sangat diperlukan,  terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama  ilmu.

2.6   PENANGGGULANGAN  DAN  PENGOBATAN  PENYAKIT CAMPAK

1.      Penanggulangan Campak

Pada  sidang  CDC/ PAHO / WHO, tahun 1996  menyimpulkan  bahwa  penyakit Campak dapat dieradikasi,  karena  satu-satunya  pejamu/ reservoir  campak hanya pada manusia serta tersedia vaksin dengan  potensi  yang  cukup  tinggi  yaitu  effikasi  vaksin  85%  dan  dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 – 15 tahun  setelah  eliminasi.
World  Health  Organisation (WHO)  mencanangkan  beberapa tahapan dalam upaya eradikasi (pemberantasan)  penyakit Campak dengan  tekanan strategi  yang berbeda-beda  pada  setiap  tahap  yaitu :

a.       Tahap Reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :

 1. Tahap Pengendalian Campak

Pada  tahap  ini ditandai  dengan  upaya  peningkatan  cakupan  imunisasi  campak rutin dan upaya  imunisasi  tambahan di daerah dengan morbitas  campak  yang tinggi.  Daerah  ini  masih  merupakan  daerah  endemis campak, tetapi  telah terjadi penurunan insiden dan  kematian, dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.


2        Tahap Pencegahan KLB

Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,terjadi penurunan  tajam kasus dan kematian, insidens campak telah bergeser kepada umur yang lebih  tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

b.      Tahap Eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi ≥ 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi  rendah sudah  sangat  kecil  jumlahnya,  kasus campak sudah sangat jarang  dan  KLB  hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi campak.

c.       Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak ditemukan.

Pada siding The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN)  dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian padaTechnical Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi Campak tersebut adalah :

a.         Imunisasi rutin pada bayi 9 –11 bulan (UCI Desa ≥ 80)

b.         Imunisasi tambahan (suplemen)

b.1  Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada anak                            SD  kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.

b.2  Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT) pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak  sekolah dan memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada  balita.

b.3   Crash  program  Campak :  memberikan  imunisasi Campak  pada   anak umur 6  bulan - > 5 tahun  tanpa  melihat  status  imunisasi di daerah risiko tinggi campak.

b.4    Ring vaksinasi :  Imunisasi  Campak  diberikan dilokasi  pemukiman di  sekitar lokasi  KLB  dengan  umur  sasaran  6 bulan  (umur kasus campak termuda) tanpa melihat  status  imunisasi.

c.         Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar biasa).

d.        Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan  imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
e.         Pemeriksaan laboratorium
Pada  tahap  reduksi  Campak dengan pencegahan kejadian luar biasa :
ü      Pemeriksaan  laboratorium  dilakukan  terhadap 10 – 15  kasus baru pada  setiap kejadian  luar  biasa.
ü      Pemantauan  kegiatan  reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan dengan cara kenaikan sebagai berikut :
1.      Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian cakupan imunisasi.
2.      Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3.      Pemantauan data kasus campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus campak menurut waktu dan tempat.
4.      Pemantauan kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk melihat dampak imunisasi campak.

Evaluasi kegiatan reduksi campak dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator  yaitu :

a.       Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi campak sudah > 90 %.
b.  Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan  kelengkapan laporan W2> 90 %.
c. Indikator manajemen kasus campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan       CFR < 3%.   
d.      Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping hasil Imunisasi di daerah potensial KLB > 90 %, dan cakupan sweeping vitamin A dosis tinggi > 90 %.
  
2.      Pengobatan Penyakit Campak
               Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan.Sehingga pengobatannya bersifat symptomatic, yaitu memperbaiki keadaan umum atau untuk mengurangi gejalanya saja dalam hal ini :
Ø      anak memerlukan istirahat di tempat tidur
Ø      kompres dengan air hangat bila demam tinggi namun dapat diberikan antipiretik bila suhu tinggi parasetamol 7,5-10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
Ø       ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50-100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
Ø       Antitusif perlu diberikan bila batuknya  hebat/mengganggu
Ø      narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
Ø      Mukolitik bila perlu.vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat. Pemberian vitamin A 100.000 IU per oral satu kali.  Vitamin A dosis tinggi ( menurut rekomendasi  WHO dan UNICEF)
Usia 6 bln-1 thn :100.000 unit dosis tunggal p.o
Umur > 1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o
Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah didapat tanda defisiensi vitamin A.  Apabila terdapat malnutrisi maka pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU  tiap hari.
Ø      Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori)

Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :
*      Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
*      Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu :
·         Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.
·          Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu., perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.
*      Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda.
*      Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar